Apa Itu Latte Factor: Pengertian, 4 Resiko dan Cara Mengatasinya

Apa Itu Latte Factor: Pengertian, 4 Resiko dan Cara Mengatasinya
Apa Itu Latte Factor
Berikan Rating!

Latte Factor. Masyarakat Indonesia ternyata masih banyak yang menerapkan konsep latte factor. Tentunya ini hal yang kurang bagus. Salah satu alasannya karena bisa merusak pengelolaan finansial. Baik pengaturan keuangan personal, keluarga maupun ekonomi bangsa dan negara. Pertanyaannya, apa itu latte factor?

Tentunya, Anda harus mengetahui pengertian latte factor. Dari definisi ini akan terlihat jelas sisi negatifnya. Paling tidak Anda akan memiliki gambaran apakah tetap melestarikan atau justru meninggalkannya. Untuk itu, silakan baca artikel ini sampai tuntas.

Pengertian Latte Factor

Latte factor adalah kecenderungan masyarakat untuk membeli produk yang tidak di butuhkan dalam waktu lama. Sejatinya, barang yang di beli memang memiliki harga yang rendah. Namun, karena di beli dalam durasi yang berlebihan, tentu kalkulasi nominalnya juga bertambah.

Latte Factor juga bisa diartikan pengeluaran yang tidak berguna. Yang seandainya dana di alokasikan untuk investasi, tentu potensi keuntungannya jauh lebih besar. Paling tidak, pengelolaan finansial di masa depan menjadi lebih baik. Anda juga bisa kaya di usia senja.

Bisa di bayangkan, jika pengeluaran ala latte factor perhari Rp10.000, berarti setiap bulan ada Rp300.000 yang hilang. Jika nominal tersebut di tabungkan, tentu dalam satu tahun saja, nilainya bisa mencapai Rp3.600.000. Kalkulasi ini yang tidak di perhitungkan oleh masyarakat. Sehingga mereka tidak sadar telah mengeluarkan uang sia-sia.

Resiko Latte Factor

Terdapat beberapa resiko karena bahaya ini, masyarakat harus segera meninggalkannya sebelum terlambat. Terutama bagi mereka yang memiliki pemasukan tidak begitu ideal. Ini resiko yang dimaksud:

1. Mengganggu Kesehatan Finansial

Pengeluaran sia-sia yang di lakukan berlebihan bisa mengganggu kesehatan finansial. Dan bisa jadi, pelakunya akan terjerat hutang. Ini memungkinkan, jika latte factor telah menjadi candu. Namun tidak ada keseimbangan yang ideal dengan jumlah pemasukan.

Gangguan finansial ini tidak hanya terjadi pada personal saja. Perusahaan pun akan mendapatkan Imbasnya jika pengusaha menerapkan latte factor. Makanya, harus ada rencana dan kalkulasi matang sebelum mulai berbelanja. Harus di ketahui dulu apakah barang tersebut berfaedah bagi produksi atau tidak.

Jika keuangan perusahaan tidak sehat karena latte factor, produksi tentu akan menurun. Penyebabnya bermacam-macam. Bisa karena mesin operasional tidak terbeli atau kinerja karyawan yang menurun. Di satu sisi, pemodal akan menarik modalnya karena produk tidak laris di masyarakat.

Baca Juga :

Jasa Desain Grafis Peluang Jasa dengan Bayaran Tinggi
Bagaimana Cara Jualan Online Untuk Pemula
Target Penjualan Mudah Tercapai Dengan Lakukan Cara Ini
Cara Jualan Akun Premium Untuk Dapatkan Cuan Sambil Rebahan

2. Catatan Keuangan Menjadi Rusak

Catatan keuangan akan rusak kalau Anda terbiasa melakukan hal itu. Semisal biaya untuk membeli kopi harian yang tidak tercatat di neraca. Harga minuman berkafein ini Rp10.000. Tetapi setiap hari Anda menghabiskan 3 bungkus yang berarti pengeluaran menjadi Rp30.000. Satu bulan di temukan Rp900.000.

Jika nominal sebesar ini tidak tercatat, tentu potensi kerusakan catatan finansial sangat tinggi. Dan wajar, kalau Anda merasa gaji tidak pernah memadai, padahal semua kebutuhan telah terbeli. Masalahnya hanya satu, ada pengeluaran yang tidak terbukukan.

3. Memicu Konflik Pasal Uang

Aktivitas latte factor berimplikasi buruk terhadap perusahaan maupun keluarga. Salah satu bentuknya ialah menimbulkan konflik terkait uang. Contoh kasus sudah banyak. Bagaimana pernikahan harus berakhir hanya karena salah satu pasangan memiliki sifat boros. Pengusaha PHK ribuan pekerja juga di sebabkan perilaku ini.

Konflik pasal uang adalah masalah yang berbahaya. Komunitas apapun baik negeri atau swasta akan tetap terimbas kalau masalah ini yang muncul. Bahkan, perkumpulan tingkat RT saja bisa bubar hanya karena persoalan money. Ironisnya, kehancuran suatu kelompok terkadang di sebabkan oleh latte factor.

4. Pertumbuhan Ekonomi akan Terhambat

Jangan pernah berharap ekonomi meningkat kalau masyarakat terbiasa berperilaku boros. Jika pendapat ini benar-benar di laksanakan, maka jangan bermimpi perekonomian negara akan bertumbuh. Pasalnya, pertumbuhan finansial suatu bangsa masih di tentukan oleh peningkatan moneter rakyatnya.

Tugas pemerintah adalah mensosialisasikan sisi negatif dari boros tersebut. Sehingga masyarakat hanya mengalokasikan dana untuk barang yang memang di butuhkan saja. Jika pun ada kelebihan dana, bisa di tabung atau di investasikan. Kalau sosialisasi ini sukses, maka bisa di pastikan perekonomian negara akan bangkit.

Cara Mengatasi Latte Factor

Terdapat beberapa cara untuk mengatasi perilaku boros. Teknik dan metode ini harus Anda gunakan jika ingin memiliki finansial yang sehat. Berikut cara-cara yang di maksud:

1. Rajin Menabung Sisa Uang

Jika ada sisa uang yang tidak tahu akan di kemanakan, lebih baik di tabung saja. Nantinya, dana tabungan tersebut akan berguna untuk hal-hal yang lebih besar. Seperti untuk biaya kesehatan dan pendidikan. Ini merupakan cara mengatasi latte factor yang paling ideal.

2. Berinvestasi Produk

Kebiasaan hidup boros bisa di atasi dengan aktivitas investasi. Artinya, uang yang sebelumnya di alokasikan untuk kebutuhan tidak berguna di alihkan untuk hal yang lebih menguntungkan. Anda tinggal memilih apakah ingin menanam modal untuk saham, properti, hunian, perusahaan atau yang selainnya.

3. Berbagi dengan Sesama

Jika Anda ingin berperilaku boros, coba lihat di sekitar. Mungkin ada kerabat dan tetangga yang lebih membutuhkan uang tersebut untuk makan. Mereka itulah yang seharusnya di perhatikan daripada nafsu konsumtif yang ada di jiwa. Toh efeknya akan kembali kepada diri dalam bentuk kesehatan, kemudahan usaha, hingga keselamatan.

Sekarang, pastinya Anda sudah tahu apa itu latte factor. Sedangkan jenisnya cukup banyak. Termasuk pembelian rokok dan kopi yang total biaya perbulan-nya cukup besar. Selanjutnya terserah Anda apakah akan terus melakukannya atau tidak.

You might also like